20 Kades di Lahat Kena OTT, Diduga Akan Setor Uang Dana Desa ke Oknum Aparat

Operasi Tangkap Tangan (OTT) kembali menghebohkan Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Kali ini, sebanyak 22 kepala desa dan seorang camat terjaring OTT yang digelar Kejaksaan Negeri Lahat pada Kamis sore, 24 Juli 2025. OTT tersebut berlangsung di Kantor Camat Pagar Gunung, tepat saat para kepala desa sedang mengikuti rapat persiapan peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Tim kejaksaan tidak hanya mengamankan puluhan orang, tetapi juga menyita barang bukti berupa uang tunai. Usai ditangkap, para kepala desa langsung digiring ke Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) di Palembang untuk menjalani pemeriksaan. Rombongan tiba sekitar pukul 22.35 WIB dengan pengawalan ketat dari petugas Kejati Sumsel dan personel TNI. Dari pantauan di lokasi, mereka tampak mengenakan seragam bertuliskan “Kades”. Seorang pria di antaranya bahkan masih mengenakan seragam dinas camat. 

Diduga Siapkan Uang untuk Disetor ke Oknum Penegak Hukum

Menurut Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumsel, Adhryansah, OTT ini dilakukan berdasarkan dugaan adanya pengumpulan dana dari para kades untuk diserahkan kepada oknum aparat penegak hukum (APH).

"Para Kades ini semula diundang dalam satu forum membahas mengenai APBDes. Pada kesempatan tersebut, ketua forum menyampaikan bahwa adanya permintaan anggaran pengumpulan dana yang akan diserahkan kepada APH," ujar Adhryansah dalam konferensi pers, Jumat (25/7/2025). Dari lokasi kejadian, tim penyidik menemukan uang tunai sebesar Rp 65 juta. Uang itu diduga bersumber dari dana desa yang dikumpulkan oleh para kepala desa. Kejati Sumsel juga masih mendalami keterlibatan Ketua Forum Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Lahat, serta seorang aparatur sipil negara (ASN) dari Kecamatan Pagar Gunung yang ikut terjaring OTT. 

Uang Rp 7 Juta per Kades, Tidak Semua Mau Bayar 

Dalam pengembangannya, diketahui ada permintaan sebesar Rp 7 juta dari setiap kepala desa. Uang itu disebut akan diserahkan kepada oknum aparat penegak hukum. Namun, tidak semua kepala desa menyanggupi permintaan tersebut.


“Uang yang diberikan oleh Kades tersebut terindikasi dari anggaran dana desa yang masuk dalam keuangan negara. Terkait permintaan uang Rp 7 juta ini tidak seluruh kades memenuhinya,” kata Adhryansah. Saat ditanya lebih lanjut soal institusi dari oknum APH yang dimaksud, pihak kejaksaan belum memberikan keterangan lebih jauh. “Lagi dikembangkan jadi mohon sabar. Jangan terlalu cepat menuduh dengan fakta yang tidak cukup,” ujarnya. 

Belum Ada Tersangka, Penyelidikan Masih Berjalan 

Hingga kini, belum ada satu pun dari 23 orang yang diamankan tersebut ditetapkan sebagai tersangka. Kejati Sumsel masih mendalami aliran dana serta kemungkinan praktik serupa yang pernah terjadi sebelumnya. "Saat ini para penyidik kami masih mendalami aliran dana kepada APH dan menelusuri sudah berapa kali praktik ini terjadi," kata Adhryansah. Ia menegaskan, kasus ini harus menjadi peringatan keras bagi kepala desa lainnya agar tidak bermain-main dengan dana desa. “Penindakan ini harus dijadikan pelajaran dan tidak menanggapi permintaan dari APH yang menggunakan dana desa. Dana desa itu harus digunakan sesuai dengan Musrenbangdes,” tegasnya.

OTT Diperintahkan Langsung oleh Kepala Kejati Sumsel 

Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, mengonfirmasi bahwa OTT dilakukan berdasarkan perintah Kepala Kejati Sumsel, Yulianto. Penindakan ini merespons informasi soal aliran dana kepada oknum penegak hukum.

"Untuk 22 orang yang diamankan dalam OTT tersebut, sedang dilakukan pemeriksaan di Kejati Sumsel. Untuk perkembangan selanjutnya, kami akan sampaikan informasi lebih lanjut," ujar Vanny.

sumber: kompas

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel